--> Skip to main content

Elemen Pendidikan Dalam Islam



ELEMEN-ELEMEN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kelompok 
Mata kuliah : Ilmu Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Mawi Khusni A., M.Pd.I.




Disusun oleh:









PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PURWOKERTO
2019
ELEMEN-ELEMEN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

  1. PENDAHULUAN 
Pendahuluan ditulis huruf besar, jarak 1,5 spasi. Isi pendahuluan hendaknya mengandung latar belakang masalah; hipotesis (bila ada), tujuan dan metode penelitian; umumnya artikel tidak terlalu ekstensif, sekitar 3 halaman 1,5 spasi; pendahuluan mengacu pada beberapa pustaka yang menjadi landasan teori atau alasan penelitian. (Times New Roman 12, 1,5 spasi).
Pendahuluan ditulis huruf besar, jarak 1,5 spasi. Isi pendahuluan hendaknya mengandun latar belakang masalah; hipotesis (bila ada), tujuan dan metode penelitian; umumnya artikel tidak terlalu ekstensif.





























  1. PEMBAHASAN (Times New Roman 12, ditebalk
  1. Pengertian Pendidikan Islam
Secara bahasa, definisi pendidikan dalam perspektif islam telah disampaikan dalam Konferensi Internasional Pendidikan Islam Pertama (First World Conference on Muslim Education) yang diselenggarakan oleh Universitas King Abdul Aziz, Jeddah, pada tahun 1977. Para peserta membuat kesimpulan bahwa pengertian pendidikan menurut Islam adalah semua pengertian yang terkandung didalam istilah ta’lim, tarbiyah, dan ta’dib.
Menurut Hans Weher, kata al-ta’lim yang jamaknya ta’alim dapat berarti: pemberitahuan tentang sesuatu, nasihat, perintah, pengarahan, pengajaran, pelatihan, pembelajaran, pendidikan, pekerjaan sebagai magang dan masa belajar suatu keahlian. Kata al-tarbiyah diartikan sebagai: pendidikan, pengembangan, pengajaran, perintah, pembinaan kepribadian, memberi makan, menumbuhkan. Sedangkan kata al-ta’dib  dapat berarti pendidikan, disiplin (patuh dan tunduk pada peraturan), dan peringatan atau hukuman. Kata al-ta’dib berasal dari kata adab yang berarti beradab, bersopan santun, akhlak, moral.
Adapun definisi pendidikan menurut para ahli adalah sebagai berikut. Pertama, menurut Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibani:
Pendidikan adalah proses mengubah tingkah laku individu, pada kehidupan pribadi, dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi diantara profesi-profesi asasi dalam masyarakat.

Kedua, menurut Hasan Langgulung, pendidikan adalah:
Suatu proses yang mempunyai tujuan yang biasanya diusahakan untuk menciptakan pola-pola tingkah laku tertentu pada kanak-kanak atau orang yang sedang dididik.

Ketiga, menurut rumusan Konferensi Internasional Pendidikan Islam yang ke 2, pada tahun 1980 di Islamabad:
Pendidikan harus ditujukan untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan personalitas manusia secara menyeluruh, dengan cara melatih jiwa,  akal, perasaan, dan fisik manusia. Dengan demikian, pendidikan diarahkan untuk mengembangkan manusia pada seluruh aspeknya: spiritual, intelektual, daya imajinasi, fisik, keilmuan dan bahasa, baik secara individual maupun kelompok, serta mendorong seluruh aspek tersebut untuk mencapai kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan diarahkan pada upaya merealisasikan pengabdian kepada Allah, baik pada tingkat individual maupun masyarakat dan kemanusiaan secara luas.

Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah  proses mengubah perilaku individu agar lebih baik, baik itu dari segi spiritual, intelektual, daya imajinasi, fisik, keilmuan maupun bahasanya guna merealisasikan pengabdian diri kepada Allah swt.

  1. Elemen-Elemen Pendidikan Islam
  1. Pendidik
Secara etimologis, istilah pendidik dalam konteks pendidikan Islam sering disebut dengan istilah murabbi (membimbing, mengurus, mengasuh dan mendidik), mu’allim (mengajar atau mengajarkan), atau muaddib (mendidik). Disamping istilah tersebut, pendidik juga sering diistilahkan dengan menyebut gelarnya, Al-Ustadz atau al-Syekh. Dalam hal ini, pendidik tidak hanya dilakukan oleh guru di sekolah formal, akan tetapi juga orang tua dan guru TPQ.
Menurut Ramayulis, hakikat pendidik dalam Al-Qur’an adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan seluruh potensi mereka, baik efektif, kognitif, maupun psikomotorik. Selain itu, pendidik juga bertanggung jawab terhadap perkembangan jasmani maupun rohaninya agar peserta didik bisa menjadi manusia dewasa yang berakhlak baik.
Dalam islam, seorang pendidik memiliki kedudukan yang sangat tinggi, hal itu terjadi karena melalui seorang pendidik manusia akan memiliki wawasan yang luas serta akhlak yang lebih baik. Selain itu, orang Islam juga memiliki pandangan bahwa semua ilmu itu berasal dari Allah swt. Bahkan Islam menempatkan seorang pendidik hampir setingkat dengan rasul, sebagaimana dalam syair Al-Syauki: “Berdiri dan hormatilah guru dan berilah penghargaan, seorang guru itu hampir saja merupakan seorang rasul”. Berbeda dengan orang barat, bahkan di Indonesia sendiri sekarang banyak yang menganggap bahwa guru atau pendidik hanyalah sebatas orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang lebih tinggi dari peserta didiknya, oleh karena itu banyak murid yang tidak menghormati gurunya.
Adapun Menurut Al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT. Hal tersebut karena tujuan pendidikan islam adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Fungsi dan tugas pendidik dalam pendidikan adalah sebagai berikut.
  1. Sebagai pengajar (intruksional), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan.
  2. Sebagai pendidik (educator), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadiankamil seiring dengan tujuan Allah SWT menciptakannya.
  3. Sebagai pemimpin ( managerial), yang memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.
Ahmad Tafsir mengurtip pendapat Soejono menyebutrkan bahwa syarat guru dalam pendidikan islma adalah sebagai berikut:
  1. Tentang umur, harus sudah dewasa;
  2. Tentang kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani;
  3. Tentang kemampuan mengajar, ia harus ahli;
  4. Tentang berkesusilaan dan berdedikasi tinggi.
Selanjutnya, Munis Musyi menambahkan dengan syarat harus berkepribadian muslim.
  1. Peserta Didik

Peserta didik dalam pendidikan Islam adalah individu yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis, social maupun religious dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di akhirat kelak. Peserta didik tidak dibatasi pada usia anak-anak tetapi juga berlaku bagi setiap individu yang masih belajar dan tidak dibatasi oleh umur tertentu.
Dalam pendidikan Islam, peserta didik memiliki beberapa istilah seperti tilmidz, murid, thalib dan muta’allim. Istilah tilmidz dan timidzah biasanya digunakan dalam kelas atau pendidikan yang paling rendah seperti Taman Kanak-Kanak (TK) maupun Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ). Kata murid yang berasal dari kata muridan  biasanya digunakan untuk pendidikan pada tingkat dasar sampai aliyah. Istilah thalib biasanya digunakan untuk peserta didik di perguruan tinggi, sedangkan muta’allim digunakan untuk siapapun yang sedang menuntut ilmu.
Ada bebrapa hal yang harus dipahami oleh pendidik mengenai karakteristik peserta didik, diantaranya adalah sebagai berikut.
  1. Peserta didik bukan miniatur orang dewasa, sehingga dalam menyampaikan pelajaran tidak boleh disamakan dengan orang dewasa, karena pemikiran mereka belum dewasa.
  2. Peserta didik memiliki kebutuhan dan menuntut untuk pemenuhan kebutuhan itu semaksimal mungkin. Pendidik tidak boleh memaksakan kehendak apalagi terhadap anak-anak dimana mereka membutuhkan waktu untuk bermain.
  3. Peserta didik antara individu satu dengan yang lain memiliki karakteristik yang berbeda.
  4. Peserta didik merupakan subjek dan objek sekaligus dalam pendidikan, sehingga ia bisa aktif, kreatif maupun produktif dengan sendirinya, akan tetapi ia juga tetap membutuhkan seorang pendidik dalam hal-hal tertentu yang ia belum bisa memahaminya.
Seorang peserta didik juga memiliki kewajiban yang harus dilakukan, diantaranya adalah: membersihkan diri dari sifat-sifat tercela, memiliki niat yang mulia, meninggalkan kesibukan duniawi, menjalin hubungan yang harmonis dengan guru, menyenangkan hati guru, memuliakan guru, menunjukkan sikap sopan, tekun dan bersungguh-sungguh dalam belajar, dan memelihara rasa persahabatan dan persaudaraan.
Selanjutnya, dalam karyanya الآلا تنال العلم الا بستة, Burhan Al-Din Al-Zarnuji mengemukakan tentang enam hal penting yang harus dimiliki oleh peserta didik. Nadhom ini sangat terkenal di dunia pesantren, bahkan termasuk kedalam pendidikan dasar, yaitu:
ذكاء وحرص واصطبار وبلغة # وارشاد استاذ وطول زمان
Dalam nadhom tersebut dijelaskan bahwasanya seseorang tidak akan mendapat ilmu kecuali memiliki enam syarat, yaitu:  
  1. Kecerdasan, dengan bekal memiliki kemampuan untuk memahami sesuatu dengan baik seorang peserta didik pasti akan mendapatkan ilmu.
  2. Llapang dada, maksudnya adalah dalam mencari ilmu peserta didik harus disertai dengan kerelaan dan senang dalam menjalaninya. 
  3. Sabar, manusia dalam kehidupannya tidak akan pernah lepas dari suatu masalah. 
  4. Bekal yang cukup, karena dalam belajar membutuhkan waktu yang lama bahkan terkadang jauh dengan orang tua maka peserta didik harus memiliki bekal yang cukup. 
  5. Petunjuk guru, salah satu yang harus sangat diperhatikan adalah petunjuk guru. Belajar sesuatu harus ada gurunya. 
  6. Dalam waktu yang lama, maksudnya adalah proses seseorang memiliki ilmu atau pengetahuan yang luas tidak cukup hanya beberapa bulan, akan tetapi membutuhkan waktu yang lama. Tujuannya adalah peserta didik mendapatkan ilmu secara mendalam sehingga dalam memutuskan sesuatu pun akan lebih bijaksana.
  1. Lembaga Pendidikan
Dalam KBBI, lembaga memiliki empat arti, yaitu: 1) asal mula (yang akan jadi sesuatu), benih (cikal bakal makhluk hidup); 2) bentuk (rupa, wujud) asli, acuan; 3) ikatan (tentang mata cincin dan sebagainya); 4) badan (organisasi) yang bermaksud melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha. Adapun maksud lembaga disini adalah lembaga pendidikan yang  merupakan suatu organisasi untuk melakukan kegiatan, kegiatan tersebut berupa pendidikan. 
Adapun macam-macam lembaga pendidikan secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu lembaga pendidikan formal dan lembaga pendidikan non formal. Lembaga formal sering kali dikaitkan dengan lembaga sekolah yang memiliki tujuan, sistem, kurikulum, gedung jenjang, dan jangka waktu yang telah tersusun rapi dan lengkap. Contohnya adalah dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Sementara lembaga pendidikan non formal keberadaannya diluar sekolah atau di masyarakat, diantaranya adalah: 
  1. Rumah (al-Bait)
Dalam sejarah Islam, rumah merupakan lembaga pendidikan pertama bagi Islam. Rumah yang dimaksud adalah rumah al-Arqam (daar al-Arkam). Di tempat itulah Rasulullah SAW. berkumpul bersama orang Islam lainnya untuk berdakwah dan belajar tentang Islam.
Orang tua merupakan pendidik pertama bagi putra-putrinya. Pendidikan tersebut bisa berupa pendidikan akidah, akhlak, karakter, kepribadian bahkan keterampilan. Orang tua menjadi panutan atau contoh pertama bagi anak-anaknya karena mereka setiap hari saling berinteraksi secara intens. Akan tetapi saat ini banyak sekali, khususnya di perkotaan tugas mendidik dirumah dialihkan ke pembantu rumah tangga atau baby sitter, sehingga menyebabkan anak dan orang tua kurang akrab.
  1. Masjid
Masjid pada zaman Rasulullah SAW. tidak hanya berfungsi sebaga tempat untuk beribadah, melainkan juga digunakan sebagai pusat pendidikan, dakwah, politik, diskusi dan sebagainya. Berdasarkan catatan sejarah Islam, masjid yang pertama dibangun oleh Nabi Muhammad SAW. adalah Masjid Quba. Saat ini masjid hanya digunakan untuk beribadah dan berdakwah, tidak lagi digunakan untuk membahas politik, karena selain sudah banyak tempat-tempat yang dapat digunakan untuk berdiskusi juga agar umat Islam bisa khusyu dalam beribadah.
  1. Al-Kuttab
Lembaga pendidikan ini memiliki peran yang sangat besar pada waktu itu, dimana orang-orang Islam bisa belajar untuk menulis. Pada zaman Rasulullah SAW. tawanan perang (Badar) yang dapat membaca dan menulis harus mengajarkan kannya kepada anak-anak Madinah. Menurut sejarah Islam orang yang pertama-tama dari penduduk Makkah yang belajar menulis adalah Sufyan bin Umayyah bin Abdus Syamsyi dan Abi Qais bin Abdi Manaf bin Zaheah bin Kilab, dan yang mengajarkan mereka adalah Basyar bin Abdul Malik. Al-Kuttab yang paling dikenal dalam sejarah Islam adalah Kuttab Abi Qasim Al-Balchi.
Lembaga pendidikan Al-Kuttab tidak membda-bedakan anak didiknya baik itu dari segi usia maupun latar belakang keluarganya. Di Indonesia khususnya lembaga pendidikan yang mirip dengan Al-Kuttab adalah Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) atau Surau (di Jawa bernama Langgar).


  1. Pondok Pesantren
Pondok pesantren merupakan salahsatu pendidikan tertua yang memlikiciri khas tersendiri di Indonesia. Kiprahnya dalam perjuangan kemerdekaanpun tidak diragukan lagi, salah satunya adalah Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang yang didirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari. Beliau merupakan tokoh yang menyerukan resolusi jihad untuk melawan penjajah. Kemudian peristiwa penting itu kini diperingati sebagai Hari Santri, yaitu  pada tanggal 22 Oktober. Pondok pesantren telah melahirkan banyak pemimpin bangsa baik pada masa dahulu maupun sekarang.
Menurut Wardi Bakhtiar (dan kawan-kawannya), dilihat dari sudut pengetahuan yang diajarkan, pesantren dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
Pertama: pesantren salafi, adalah pesantren yang mengajarkan kitab-kitab Islam klasik. Pesantren ini tidak mengajarkan pengetahuan umum.
Kedua: pesantren khalafi. Adalah pesantren yang selain memberikan pengajaran kitab Islam klasik juga membuka sistem sekolah umum di lingkungan dan dibawah tanggungjawab pesantren, misalnya Pondok Pesantren Al-Hikmah, Benda.

Saat ini pondok pesantren banyak yang telah melakukan moderenisasi seiring dengan kemajuan zaman. Bahkan akhir-akhir ini para pengamat dan praktisi pendidikan dikejutkan dengan tumbuh dan berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan pesantren di tanah air ini. Saat ini pula banyak pendidikan umum yang mengadopsi aspek-aspek tertentu dari pendidikan di pesantren seperti madrasah-madrasah yang berada dibawah naungan Kementrian Agama.


  1. Kurikulum

Kurikulum adalah rencana atau bahasan pengajaran, sehingga arah kegiatan pendidikan menjadi jelas dan terang.  Dalam merancang kurikulum, terdapat tiga prinsip yang harus dipegangi, yaitu: 
  1. Pengembangan pendekatan religius kepada dan melalui semua cabang ilmu pengetahuan. Meskipun pendidikan yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah pendidikan Islam, namun ilmu pengetahuan yang harus dipelajari tidak sebatas pada pengetahuan agama, namun ilmu pengetahuan yang lain juga perlu. Alasannya adalah karena semua ilmu jika dipelajari ujungnya adalah satu, yaitu kembali kepada Allah SWT.
  2. Isi pelajaran yang bersifat religius seharusnya bebas dari ide dan materi yang jumud dan tidak bermakna. Maksudnya adalah pelajaran yang diajarkan harus menjadikan peserta didik berfikir kedepan, bukan malah menjadikan peserta didik tidak mau terbuka dengan ilmu umum lainnya. 
  3. Perencanaan dan pembuatan kurikulum harus memperhitungkan setiap komponennya. Komponen kurikulum tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Komponen kurikulum haruslah sesuai atau seimbang antara yang satu dengan yang lainnya. Komponen-komponen tersebut diantaranya adalah adanya tujuan, isi, metodeatau proses belajar mengajar, serta evaluasi.
  1. SIMPULAN (Times New Roman 12, ditebalkan)
Simpulan merupakan intisari dari pembahasan dan hendaknya merupakan jawaban atas pertanyaan dengan bentuk diskriptif.











































DAFTAR PUSTAKA

(Times New Roman 12, ditebalkan)

Teknik penulisan daftar pustaka, Lihat contoh berikut (selengkapnya bisa dilihat pada ketentuan teknis penulisan daftar pustaka):

Buku:
Nur Said, Perempuan dalam Himpitan Teologi dan HAM di Indonesia. (Yogyakarta: Pilar Media, 2005)
Fazlur Rahman, Islam dan Moderrnity: An Intelectual Transformation. (Chicago: Chicago University, 1985)
Jurnal:
Zamakhsyari Dhofier,. Sekolah al-Qur’an dan Pendidikan Islam di Indonesia. Jurnal Ulumul Qur’an, 2002, Vol. III, No. 4: 20-35.
Internet :
Harun Yahya, Islam: Agama yang Berkembang Paling Pesat di Eropa Diakses tanggal 13 Oktober 2016.  http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/pendidikan-islam-perkuat-wawasan-kebangsaan/
Wawancara
Mawi Khusni Albar, (Sekjur PBA), wawancara oleh Imam Nugroho. Institut Agama Islam Negeri Purwokerto. Tanggal 29 April 2016.







KONTRAK BELAJAR
PENILAIAN:
  1. KEAKTIFAN : 50% (presensi, tugas kel, tugas individu, presentasi, diskusi)
  2. UTS : 20%
  3. UAS : 30%



KUTIPAN ADA 2 MACAM
  1. Kutipan Langsung : narasinya sama dengan yng kita baca, ditulis 1 spasi dan menjorok, tidak boleh lebih dari 6 baris.
  2. Kutipan tidak Langsung: narasinya ataui redaksinya berbeda tapi esensinya sama.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar